Bandung – Jawa Barat, jakartabersahabat.com :
Kewenangan oleh Kejaksaan dalam perkara pidana tertentu dinilai menyebabkan Kejaksaan menjadi Super Power dalam penegakan hukum. Selasa 01 October 2024.
Pemberian wewenang Jaksa sebagai Penyidik sebagaimana dalam Pasal 30 ayat (1) huruf d Undang – Undang Kejaksaan sangat membuka peluang bagi Jaksa untuk berbuat sewenang – wenang dalam proses penyidikan, karena tidak ada kontrol penyidikan yang dilakukan oleh Jaksa maupun lembaga lain
Dugaan tindakan sewenang – wenang dalam pemeriksaan dirasakan sendiri oleh praktisi pembela hukum yang juga kordinator wilayah Jawa Barat KP3. Polri memberikan contoh kasus ketika mendampingi proses pemeriksaan perkara korupsi BRI Garut dimana Kejaksaan Negeri Garut menerbitkan 2 Sprindik dengan nomor dan tanggal penerbitan Sprindik yang berbeda, parahnya lagi setelah selesai dilakukan pemeriksaan sebagai saksi pada saat akan pulang diberikan lagi surat panggilan untuk pemeriksaan untuk tiga (3) hari kedepan, demikian pula pada saat pelimpahan tahap satu (1) dan tahap dua (2) hanyalah sebagai seremonial saja karena pelimpahan berkas maupun Tersangka masih dalam 1 atap (kejaksaan), sehingga tidak ada penelitian, koreksi berkas, maupun petunjuk, berbeda apabila penyidikan dilakukan oleh Kepolisian pada saat pelimpahan berkas (tahap pertama) Jaksa sebagai lembaga penuntutan akan melakukan penelitian, koreksi kelengkapan berkas maupun memberikan petunjuk bila ada kekurangan (P-19).
Pasal 1 angka 1 – 5 bahwa penyidik adalah Pejabat Polisi negara dengan tugas penyidikan, Juncto Pasal 4 – 12 dan Bab XIV yang dimulai dari Pasal 102 -136 dan Pasal 1 angka 6 – 7 Juncto Pasal 13 – 15 Juncto Bab XV yang dimulai dari Pasal 137-144 yang mengatur mengenai pejabat yang diberi wewenang sebagai Penuntut Umum yaitu Jaksa.
Pemisahan tersebut dengan tegas diatur dalam KUHAP. Pasal 284 ayat (2) hanya bersifat transisi, atas dasar tersebut, KUHAP sudah berada pada jalur yang tepat, tatkala pembuat Undang – Undang memisahkan kekuasaan penyidikan dan penuntutan kepada dua instansi yang sederajat, yaitu Kepolisian selaku penyidik dan Kejaksaan selaku Penuntut Umum yang berkonsentrasi membuat dakwaan dan membuktikan dakwaannya di Pengadilan.
Dapit Ariyanto, S.H
KP3 Jabar Sebagai pencari keadilan tentunya mempunyai harapan agar tidak terjadi Super Power demi mencapai tujuan keadilan materiel yang sebenar – benarnya harus ada suatu fungsi pengawasan antar instansi yang sederajat sebagaimana telah diatur dalam KUHAP.
Sementara itu Syarif Hidayat perwakilan dari Advokad APSI (asosiasinpengaxara syariah indonesia) mengatakan kewenangan dalam KUHAP yang mengatur 4 pilar penegak hukum harus dapat saling sinergi dan bukannya balap lari serta menimbulkan persoalan di kemudian hari konflik kepentingan kekuasaan yang cenderung powerfull dalam penegakkan hukum dan arogan serta dapat di salah gunakan.
Belum ada penambahan kewenangan saja banyak kasus kasus yang menghebohkan seperti jaksa pinangki. Jadi menurut nya pemerintah harus segera menyerap aspirasi dan ketakutan rakyat .
Menurut Celoteh Abah Alias Abah AAU sebutan sehari hari sebagai pengamat hukum serta pimpinan Lembaga lawcorneroffice bahwa kepolisian kejaksaan dan hakim serta advokat adalah 1 kesatuan yang harusnya berkordinasi langkah dalam penegakkan hukum . Menjadi harapan pada terciptanya keadilan dan bukan alat kekuasaan. Untuk itu menurut abah Ade lagi berharap pada Presiden terpilih dan segera di lantik untuk melakukan terobosan konkrit untuk menata dan melakukan evaluasi lembaga penegak hukum agar kembali pada nilai komitmen penegakkan hukum berkeadilan dan membersihkan oknum oknum yang merugikan rakyat dan hukum di era pemerintahan Baru Prabowo Soebianto sebagai presiden dan panglima hukum.
Jurnalis : Redaksi/Arkani